Thursday, 28 January 2021

Basement dan Rumah Indonesia

Bangunan tempat tinggal berkembang memiliki ciri khas masing-masing sesuai daerah di mana bangunan itu didirikan yang disesuaikan dengan karakteristik alam dan kebutuhan manusia untuk bertahan hidup.

Di Indonesia, nenek moyang kita alih-alih membuat rumah dengan basement, justru kita menemukan mereka membangun rumah itu ke atas, bergaya panggung. Sebagai negeri tropis di katulistiwa ini, Indonesia cenderung lebih aman dari dari cuaca, udara, dan kondisi alam yang ekstrim. Satu-satunya tantangan para nenek moyang kita adalah dari ancaman binatang, sehingga meninggikan rumah dianggap dapat memperkecil ancaman dan gangguan binatang.

Kita pun tidak memerlukan bangunan yang yang super kokoh, struktur bangunan dan atap rumah tidak perlu memperhitungkan beban salju yang bisa sangat tebal di musim dingin. Dinding pun cukup dengan papam kayu atau bambu tipis yang dianyam (bilik), pada dasarnya orang Indonesia tidak memerlukan bangunan yang mahal untuk tempat tinggal.

Dulu di negara dengan 4 musim, ada saat dimana manusia terhambat aktivitasnya, saat itu diperlukan persediaan makanan yang bisa disimpan selama periode itu. Di beberapa lokasi manusia membuat ruang-ruang bawah tanah, orang-orang di alaska membuat ruang bawah tanah untuk mengawetkan ikan, orang amerika sebelum ditemukannya lemari pendingin (kulkas) juga banyak yang menyimpan bahan makanan di ruang bawah tanah, karena ruangan di bawah tanah cenderung lebih dingin dengan tujuan supaya dapat bertahan lebih lama.

Gambar dari google, hanya ilustrasi

Di Amerika ruang bawah tanah pun dijadikan tempat berlindung dari tornado yang seringkali datang dan mampu menyapu rumah mereka. Ruang bawah tanah menjadi tempat yang mampu menjadi tempat berlindung saat tornado itu tiba.

Yang asalnya dibangun dengan tujuan untuk bertahan hidup, ruang bawah tanah menjadi budaya yang terus dipelihara di jaman modern ini. Fungsinya tidak sekedar untuk bertahan hidup saja, tetapi terus meluas, orang menggunakan ruang bawah tanah untuk berbagai ruangan lainnya dan dapat menambah luas bangunan. Tentu saja tujuan untuk membuat makanan lebih awet tidak lagi digunakan dengan ditemukannya lemari pendingin.

Di Indonesia, semua itu tidak diperlukan. Dulu nenek moyang kita bisa mendapatkan makanan kapan pun, tidak dibatasi musim. Kita dapat menemukan makanan segar setiap saat. kacang-kacangan, padi, dan bahan makanan pokok lain dapat bertahan lama sampai panen berikutnya tanpa perlu disimpan di tempat khusus. Tidak ada tornado atau angin topan yang dahsyat di Indonesia. karena itu basement bukanlah bangunan yang terpikirkan oleh nenek moyang kita. Bencana alam yang paling mengancam adalah gempa bumi, dan bangunan yang dikembangkan nenek moyang kita sudah dapat memperkecil dampak gempa bumi dan dapat bertahan dari goncangan yang terjadi. Suhu yang panas dan lembab dapat direduksi dengan dengan arsitektur bangunan tradisional nenek moyang kita. Rumah-rumah tradisional memiliki banyak ventilasi udara, celah-celah dinding kayu atau bambu juga bisa sebagai lubang aliran udara, material bangunan dari kayu dan bambu juga dapat mengurangi “thermal mass” (pada proses konduksi) dibandingkan dengan penggunaan bahan beton atau bata, sehingga saat malam hari tidak ada pelepasan panas dari dinding ke dalam ruangan, dsb. Tidak ada musim dingin seperti di negara sub tropis sehingga nenek moyang kita tidak merasa perlu bertahan dari cuaca dingin. Dan struktur bangunan tradisional kita juga tidak mendukung untuk membuat basement ("basement? buat apa? apa itu?" mungkin begitu kata nenek moyang kita).

Gambar dari google (rumah adat Minahasa)

Budaya itu terus berlanjut sampai hari ini, kita tidak memiliki budaya membuat basement, sehingga orang tidak berpikir membuat basement saat akan membangun rumah. Basement di Indonesia lebih banyak diterapkan di gedung-gedung, untuk menambah area bangunan, dan biasanya digunakan untuk area parkir.

Basement pun membutuhkan biaya yang lebih mahal dan harus pula cukup elemen dan faktor-faktor pendukungnya. Di Indonesia yang terkenal dengan tata permukiman yang buruk, memiliki basement bisa jadi kolam penampungan air saat banjir tiba. Atau runtuh saat gempa bumi karena perhitungan strukturnya tidak baik. Banyak hal yang perlu diperhitungkan saat membuat basement, dan mungkin itulah salah satu yang membuat orang Indonesia belum cukup tertarik membuat rumah yang dilengkapi basement. Entah kalau dikemudian hari, seiring dengan sudah semakin sempitnya dan mahalnya lahan untuk membuat rumah.

Membangun Rumah Tahan Gempa

 

Membangun rumah tahan gempa di Indonesia cukup penting, mengingat sebagian besar wilayah Indonesia adalah daerah rawan gempa. Pergerakan dan tumbukan antar lempeng dan pelepasan energi yang terjadi akibat gesekan tersebut merupakan penyebab gempa tektonik yang sering terjadi, dan Indonesia adalah negara yang dilalui oleh tiga lempeng: Lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik. Sampai saat ini belum ada alat yang dapat menentukan kapan gempa bumi akan terjadi. Korban dalam setiap terjadinya gempa seringkali bukan karena gempa itu sendiri, tetapi karena tertimpa bangunan, karena itu sangat penting membuat bangunan yang dapat menahan goncangan gempa.

Pada saat gempa, getaran akan menjalar ke segala arah, bangunan yang berada di atas tanah akan memberikan respon. Pada tahap awal getaran, struktur bawah bangunan akan merespon terlebih dahulu dan akan bergerak sesuai arah getaran, bagian atas bangunan akan diam pada posisinya, kemudian karena ikatan dinding, kolom, dan ringbalk, bagian atas bangunan akan ikut tertarik ke arah yang sama. Rambatan getaran kemudian akan menjalar ke konstruksi bawah rumah dan fondasi.

Struktur bangunan memang sebaiknya dihitung beban-beban yang terjadi, termasuk beban gempa. Tetapi perhitungan beban ini tentu saja tidak bisa dilakukan oleh semua orang, bahkan tukang sekali pun. Perlu tenaga ahli sipil atau arsitektur untuk menghitung kekuatan struktur yang aman.

Rumah tinggal tapak umumnya merupakan bangunan yang sederhana yang dibangun jarang yang sampai lebih dari dua atau tiga lantai, sehingga beban bangunan tidak seberat gedung bertingkat tinggi, dan perhitungan struktur pun tidak sulit.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membangun rumah tahan gempa (sesuai beban gempa rencana) di bagian struktural.

Pertama, denah bangunan sebaiknya sederhana tidak terlalu panjang, dan harus simetris terhadap sumbu bangunan. Jika ternyata diharuskan membuat bangunan tidak simetris, maka denah bangunan harus dipisah sehingga denah bangunan tetap merupakan denah yang simetris, akan terdapat celah dilatasi selebar 0.004 x tinggi gedung/rumah atau minimal 7,5 - 10 cm ambil yang terbesar.

Begitu pun dengan dinding-dinding penyekat dan bukaan pintu, harus ditempatkan simetris terhadap sumbu bangunan.

Kedua, fondasi dan sloof. Fondasi adalah bagian struktur dasar yang sangat penting. Karena itu perlu diperhatikan fondasinya agar jika mendapat gaya tertentu tidak runtuh. Dalam bangunan tempat tinggal yang sederhana, umumnya kita menggunakan dua jenis fondasi: fondasi beton dan fondasi batu kali atau kombinasi keduanya. Fondasi menerus ke sekeliling bangunan termasuk sekat. Fondasi menerus harus ditempatkan di tanah keras seluruhnya, jangan menempatkan dasar fondasi di tanah yang berbeda kekerasannya karena rawan terjadi patahan dan penurunan struktur. Fondasi yang baik harus simetris dengan kedalaman tidak boleh kurang dari 45 cm.

Sloof sebagai bagian dari struktur berfungsi sebagai penyalur beban ke fondasi akan terikat dengan kolom-kolom. Kolom harus terikat ke fondasi.

Gambar dari google.

Ketiga, kualitas beton. Beton untuk bagian struktur, sebaiknya tidak boleh kurang dari 20 MPa (mega pascal). Mudahnya jika beli beton ready mix kita bisa memesan beton kualitas minimal K 225 (fc=19.3 MPa) atau K 250 (fc=21.7 MPa). Jika kita membuatnya sendiri, dengan merujuk pada SNI atau Permen PUPR tentang analisa harga satuan pekerjaan, untuk mendapatkan 1 m3 beton kualitas K 250, perbandingan bahannya adalah semen = 384 kg (8 zak semen) 50 kg), 692 kg pasir beton (sekitar 0.5 m3) dan 1039 kg kerikil (sekitar 0,8 m3).

Keempat, Tulangan. Persendian struktur bangunan adalah yang paling rawan terjadi patahan dalam kejadian gempa. Persendian yang tidak saling terkait memiliki kerawanan untuk mudah terjadi patah yang akhirnya struktur tak akan mampu lagi menopang bangunan dan terjadi keruntuhan. Karena itu maka tulangan harus terjalin dengan baik dengan penjangkatan dan kaitan serta alat mekanis lainnya, sehingga tarikan dan tekanan yang terjadi dapat tersalurkan.

Gambar dari google ( Sanggaprama.com)

Tulangan sebaiknya menggunakan diameter minimum 10–12 mm dengan tulangan sengkang minimum 8 mm dengan jarak 15 cm. Perhitungan diameter tulangan sebetulnya akan tergantung dari hasil perhitungan beban-beban yang terjadi. Jarak tulangan dan sengkang juga bisa berbeda antara tumpuan dan lapangan.

Kelima, Dinding. Untuk mendapatkan dinding yang mempunyai tahanan terhadap beban yang timbul akibat pergerakan struktur, diperlukan jangkar-jangkar dengan angkur besi atau seng yang dibentuk dan dipasang dalam jarak tertentu, yang dapat mengikat dinding dengan struktur.

Gambar dari google (steemit.com) hubungan dengan besi diameter minimal 10 mm sepanjang minimal 40 cm.

Keenam, ring balok. Ringbalok terikat dengan kolom-kolom dan pada sudut-sudut pertemuan terikat kuat antara ringbalk dan kolom.

Gambar dari google (archify.com) Ikatan antara tulangan ring balok dengan kolom.

Ketujuh, Kuda-kuda rangka atap harus diperhatikan. Untuk rumah hunian sederhana kita biasanya menggunakan dua jenis rangka atap, rangka kayu dan baja ringan. Untuk membuat rangka atap ini selain dimensi balok kayu ketebalan baja ringan, jumlah dan ukuran paku, baut, dan sekrup, juga harus diperhitungkan kuda-kudanya.

Apakah membangun rumah tahan gempa mudah? sebenarnya untuk rumah atau bangunan hunian sederhana relatif tidak terlalu sulit, asal prinsipnya diikuti.

Ini mungkin tulisan sederhana. Tetapi intinya, sudah cukup penting membangun rumah dengan memperhitungkan ketahanannya terhadap gempa, mengingat Indonesia adalah negara yang sangat rawan gempa. Korban terjadi bukan akibat gempanya, tetapi karena struktur atau kondisi lingkungan di sekitarnya yang tidak tahan terhadap getaran akibat gempa, yang kemudian rubuh dan menimpa manusia.

Terima kasih…

Friday, 15 January 2021

Membangun Jamban Umum

 

Gambar Jamban umum

Jamban merupakan sarana sanitasi, tempat orang-orang dapat melakukan aktivitas yang berhubungan dengan sekresi, dimana tinja dan urin dikeluarkan dan dibuang. Jamban juga menjadi tempat orang-orang untuk melakukan aktivitas kebersihan, seperti mandi dan mencuci.

Nah, karena itu, maka jamban itu sebetulnya bukanlah bangunan yang sangat sederhana, karena ada limbah yang kemudian harus diproses sebelum effluent nya dibuang ke badan air permukaan di sungai atau saluran air. Sehingga jamban tidak hanya sekedar bangunan atas, tetapi ada bangunan bawah. Dan jika dibangun dengan benar, bangunan bawah ini cukup mahal.

Saya akan mencoba gambarkan sedikit saja saat kita akan membangun jamban. Tentu saja jamban umum, seperti toilet sekolah tersebut. Urutan prosesnya sama seperti membangun bangunan lainnya.

Pembangunan jamban dimulai dengan merencanakan jamban untuk kapasitas berapa orang. Di sini kita juga menghitung antrian. dalam antrian ini tentu saja yang pertama adalah menentukan jumlah populasi, kemudian kebiasaan penggunaan, dan waktu rata-rata. Dari perhitungan ini akan didapat berapa jumlah kamar atau fasilitas urinoir yang diperlukan. Termasuk berapa banyak kran untuk fasilitas cuci atau wudhu. Ini baru memperhitungkan bangunan atas.

Untuk bangunan bawahnya, dari jumlah populasi pengguna kita akan menghitung jumlah limbah cair (limbah kloset dan non kloset) yang dihasilkan, tentu saja juga dengan memperhitungkan saat jam puncak (peak hour). Dalam perhitungan ini akan dihitung dan dianalisa hydrolic retention time (HRT) atau waktu tinggal, BOD dan COD yang masuk, surface loading (beban permukaan), Efisensi yang diharapkan, BOD dan COD keluaran yang diharapkan, kecepatan aliran, dsb. kemudian akan didapatkan berapa volume bak settler, volume bak reaktor, dan volume media mikrobiologi filter yang diperlukan. Ini jika pengolahan cukup sampai pengolahan secara anaerobik. Jika ingin diteruskan sampai pengolahan aerobik atau kombinasi, maka perlu juga diperhitungkan kapasitas dan jumlah blower, listrik, dsb.

Tidak selesai sampai di situ, jika ingin lebih lengkap diperlukan beberapa komponen lain, seperti bak bio kontrol, bak disinfeksi, dsb.

Nah, ternyata biaya untuk pembuatan bangunan bawah ini bisa sama dengan biaya untuk pembangunan bangunan atas, bahkan bisa lebih mahal.

Bangunan bawah, atau sarana pengolah limbah ini harus dibuat kedap air dan tidak bocor sehingga dapat mencemari air tanah atau lingkungan sekitar, sehingga harus menggunakan beton dengan tulangan yang juga harus memperhitungkan tekanan lateral tanah dan hidrostatis. Seringkali juga harus dilengkapi dengan waterstop untuk mencegah kebocoran akibat perbedaan waktu pengecoran beton. Campuran beton juga harus ditambahkan zat additif waterprofing untuk mengisi rongga-rongga halus untuk mencegah kebocoran. Beberapa bahkan juga ditambahkan dengan plesteran dan acian di dinding bak beton (septik tank atau IPAL dan sekat-sekat kompartemen). Septik tank atau IPAL dibuat sedemikian rupa sehingga waktu tinggal dan aliran air menjadi lebih lama dan merata serta bersentuhan dengan media biofilter, fungsinya adalah semakin lama maka akan semakin banyak waktu limbah tersebut dapat diuraikan oleh mikroorganisme secara biologi.

Selain beton, saat ini juga banyak Septik tank atau IPAL pabrikan yang terbuat dari bahan fiber. Harganya cukup mahal dan bergantung kapasitasnya. Jika dibandingkan, biaya jika membangun dengan menggunakan IPAL atau septik tank beton dengan yang pabrikasi hampir sama saja.

IPAL atau septik tank ini juga harus dilengkapi dengan manhole-manhole, tutupnya bisa menggunakan beton, plat besi, atau besi cetak.

Untuk biaya bangunan atas per meter perseginya, toilet sebenarnya bisa lebih mahal jika dibandingkan dengan bangunan lainnya. Kita harus mengeluarkan biaya untuk keramik dinding, lantai, bak, kran, instalasi pipa air bersih dan air kotor, kloset, ventilasi, floordrain, pencahayaan, dan pelengkap lainnya. Plus upah pemasangan komponen-komponen tersebut.

Semuanya dihitung dan direncanakan disesuaikan antara kebutuhan dengan biaya yang tersedia.


Thursday, 7 January 2021

Jangan Buang Minyak Ke Saluran Air





Gambar dari google (dr.pipa) - Pipa yang mampet karena minyak

Jangan pernah membuang minyak ke saluran air! 

Perhatikan ke mana limbah toilet (black water) anda berakhir, di saluran pembuangan air limbah domestik kota yang akan berakhir di IPAL (instalasi pengolahan air limbah) seperti yang dikelola PD. PAL di Jakarta, di IPAL skala permukiman atau kawasan yang lebih kecil, di septik tank komunal bersama beberapa tetangga anda, atau di septik tank individual?

Atau bahkan mungkin dibuang langsung ke sungai atau saluran air. Yang ini jelas salah, karena limbah domestik yang dihasilkan rumah tangga baik limbah kloset (black watermaupun non kloset (grey water) keduanya adalah limbah yang seharusnya diolah terlebih dahulu sehingga aman saat dibuang ke badan air.

Aturan yang mengatur tentang baku mutu air limbah domestik yang aman sudah diatur dalam Peraturan Menteri LHK No. P.68/Menlhk-Setjen/2016. Air limbah tanpa pengolahan memiliki BOD (biological oxygen demand) dan COD (chemical oxygen demand) yang tinggi.

BOD adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik.

Sedangkan COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air.

Limbah cair domestik mengandung 99,9% air dan 0,1% zat padat. Zat padat terdiri dari 85% protein, 25% karbohidrat, 10% lemak dan sisanya zat anorganik terutama butiran pasir, garam-garam dan logam.

Pengolahan air limbah domestik biasanya dilakukan secara biologis dengan mempergunakan mikroorganisme baik secara anaerobik, aerobik, maupun kombinasi keduanya.

Prinsip pengolahan limbah secara biologi adalah pemanfaatan aktivitas mikroorganisme seperti bakteri, fungi, dan protozoa. Mikroorganisme tersebut merombak limbah organik menjadi senyawa organik sedeerhana dan mengkonversikannya menjadi karbondioksida, air, dan energi untuk pertumbuhan dan reproduksinya.

Di dalam tangki septik atau IPAL bahan organik tersebut akan didegradasi oleh mikroorganisme pengurai menjadi gas dan bahan organik sederhana lainnya. Sedangkan sisa bahan yang tidak dapat diuraikan mengendap menjadi lumpur.

Nah, karena proses degradasi limbah organik ini melalui proses biologis, maka jika minyak ikut masuk ke dalam IPAL atau septik tank akan mempengaruhi proses penguraian tersebut.

Berdasarkan sifat fisiknya, minyak dan lemak merupakan senyawa yang tidak larut dalam air namun dapat larut dalam pelarut yang kepolarannya lemah atau pelarut nonpolar. Minyak mempunyai berat jenis lebih kecil dari air sehingga akan membentuk lapisan tipis di permukaan air. Kondisi ini dapat mengurangi konsentrasi oksigen dalam air karena fiksasi oksigen bebas terhambat.

Minyak jika masuk ke dalam saluran akan membentuk lapisan dan membeku saat terjadi pendinginan sehingga dapat terjadi sumbatan. Hal ini menjadi tidak mudah karena letak sumbatan, penanganan dan efeknya tidakkah sederhana.

Maka dalam sistem yang sudah baik, setiap rumah tangga dilengkapi dengan unit penangkap lemak (grease trap) untuk memisahkan air dan minyak sebelum masuk ke saluran dan IPAL atau septik tank sehingga tidak menjadi masalah krmudian.

Karena itu jangan sekali-kali membuang minyak ke kloset atau saluran air non kloset. Itu adalah masalah yang tidak sederhana seperti saat membuangnya.

Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

 

Gambar dari google (kompasiana.com). Gunungan sampah di TPA

Sampah adalah limbah yang dihasilkan oleh semua orang, dari bayi sampai orang lanjut usia. Selama orang itu hidup, maka selama itu pula sampah akan dihasilkan. Karena itu permasalahan sampah akan menjadi hal yang akan terus akrab sampai kapan pun. Pemerintah mengucurkan anggaran sangat besar untuk pembuangan sampah ini, karena tidak hanya terkait pada restribusi pembuangan saja, tetapi juga kompensasi sosial akibat adanya mobilisasi sampah. Pemerintah Jakarta saja misalnya, perlu mengucurkan Rp. 300 milyar per tahun untuk restribusi dan kompensasi pembuangan sampah ke Bantar Gebang saja. Jadi, masalah sampah ini tidaklah sederhana dan sangat mahal.

Tentang sampah, sekarang tinggal bagaimana kita memandangnya. Apakah tetap akan menganggapnya sebagai barang sisa yang tak bernilai, atau sebagai barang yang dapat diolah kembali secara berkelanjutan.

Sampai saat ini mindset kita masih kuat dengan istilah "membuang sampah" atau "tempat pembuangan sampah" bahkan secara resmi pemerintah pun masih menggunakan nama itu, misal: "Tempat Pembuangan Akhir" dsb. 

Sampah sebagai barang sisa pakai, sebenarnya memiliki nilai ekonomi, yang lebih penting sampah sebagai barang sisa, tidak perlu berakhir di tempat pembuangan akhir dan menjadi barang yang dilupakan terkubur bersama tanah dan menjadi penambah pencemaran lingkungan.

Karena itu, maka penanganan sampah perlu diubah, bukan dengan cara "membuang" tetapi "mengelola" . Kita harus tinggalkan istilah dan penamaan "membuang" supaya pola pikir kita juga berubah.

Bagaimana kita mengelolanya?

Sampah yang dihasilkan rumah tangga umumnya secara garis besar dibedakan menjadi tiga macam: Sampah organik, sampah anorganik, dan sampah B3.

  1. Sampah organik. Setiap rumah tangga pasti menghasilkan sampah ini. Sampah ini berasal dari sisa proses pembuatan dan sisa dari makanan. Sampah jenis ini akan cepat membusuk dan menimbulkan bau. Jika dibiarkan terlalu lama secara terbuka akan menjadi sumber penyakit. Volume sampah organik ini cukup besar, komposisinya sekitar 70–80% dari sampah yang kita hasilkan, sampah orgnaik paling dihindari karena dianggap menjijikkan dan membuat tidak nyaman, sehingga biasanya sesegera mungkin dibuang. Sifat sampah ini adalah degradable (dapat diuraikan) oleh mikroorganisme.
  2. Sampah anorganik. Adalah sampah yang terbuat dari bahan-bahan anorganik yang tidak akan mengalami proses pembusukan. Volume sampah jenis ini sangat banyak, dan jika dibuang secara sembarangan dapat menimbulkan pencemaran lingkungan yang berbahaya dalam jangka waktu panjang. Sampah ini sulit sekali diuraikan oleh mikroorganisme (non degradable).
  3. Sampah B3 (bahan berbahaya dan beracun). Ada beberapa jenis sampah yang kita hasilkan rumah tangga yang bersifat B3 ini. Contohnya adalah batu baterai bekas, oli bekas, lampu bekas, Tabung televisi bekas, dsb. Jumlah yang dihasilkan setiap rumah tangga biasanya tidak banyak, mungkin tidak lebih dari 1 s.d. 5% dari setiap akumulasi sampah harian, bahkan sampah ini hanya dihasilkan kadang-kadang saja. Sebetulnya sampah B3 ini dapat dibagi dalam beberapa kategori lagi, namun akan terlalu panjang dan belum tentu dihasilkan oleh skala rumah tangga.

Gambar dari goolge (3R bagian dari upaya pengelolaan sampah)

Nah, karena yang menghasilkan sampah sebagian besar adalah rumah tangga, maka yang paling banyak bertanggung jawab mengelola sampah adalah juga rumah tangga. Kita tidak bisa menggantungkan pengelolaan sampah ini hanya kepada pemerintah.

Nah untuk mengurangi volume sampah, kita dapat melakukan pemilahan sampah dari rumah. Minimal buat tiga buah tempat sampah untuk sampah yang berbeda untuk sampah organik, anorganik, dan B3. Sebenarnya aktivitas pemilahan sampah ini cukup mudah, tetapi kita tidak pernah disiplin dan mau melakukannya. Sampah yang telah terpilah dapat dengan mudah diproses:

  1. Sampah organik. Sampah yang bersifat degradable ini sebenarnya tidaklah harus selalu dibuang, kita bisa manfaatkan menjadi hal berguna dengan melakukan beberapa proses. Pertama, kita bisa proses menjadi pupuk organik. Ada dua macam pupuk yang bisa buat dengan memanfaatkan sampah rumah tangga, pupuk kering dan pupuk cair. Pembuatan pupuk organik bisa dilakukan dengan cara aerobik dan anaerobik dengan memanfaatkan bakteri, fungi, dan protozoa. Jumlah mikroorganisme akan mempengaruhi kecepatan proses pembuatan pupuk ini. Pengomposan dan menurunkan pengaruh senyawa beracun dan patogen terhadap lingkungan. kedua, Kita bisa memanfaatkan sampah organik menjadi pakan ternak. Dengan melakukan proses fermentasi, penggilingan dan penepungan, serta pencampuran bahan, maka sampah tersebut dapat dijadikan pakan. Pembuatan pakan ternak menggunakan sampah organik pun bisa dilakukan dengan memanfaatkan larva lalat Hermetia Illucens, Stratimydae, Diptera (lalat tentara/black soldier). Belatung atau maggot ini akan mendekomposisi sampah organik dengan mengkonsumsinya, maggot sangat cepat berkembangbiak, sehingga mempercepat proses dekomposisi sampah organik ini. Maggot yang dipanen, dapat diolah menjadi tepung dan pelet, untuk dijadikan sumber protein bagi hewan. ketiga, Beberapa orang sudah mulai memanfaatkan sampah organik ini menjadi briket. Setelah diproses dapat digunakan sebagai bahan bakar industri skala kecil. Keempat, Masih seputar bahan bakar, di beberapa tempat, sampah organik ini dapat diolah menjadi biogas. Teknologi biogas pada dasarnya memanfaatkan proses pencernaan yang dilakukan oleh bakteri methanogen yang produknya berupa gas methan (CH4). Gas metan hasil pencernaan bakteri tersebut dapat mencapai 60% dari keseluruhan gas hasil reaktor biogas sedangkan sisanya didominasi karbondioksida (CO2). Sumber daya energi biogas rata-rata mengandung 60% gas metan (CH4), lebih dari 36% karbon dioksida (CO2), kurang dari 3% belerang (H2S) dan kurang dari 1% hidrogen(H2). Biogas yang dihasilkan dari sampah organik ini dapat digunakan sebagai bahan bakar sekala rumah tangga atau lingkungan. Kelima, jika merasa ribet dengan pengolahan sampah organik poin satu sampai dengan empat, rumah tangga dapat mendegradasi sampah organiknya dengan menggunakan lobang-lobang biopori, sampah-sampah organik tersebut setiap hari dapat kita masukkan ke lobang biopori untuk didekomposisi oleh jasad hidup. Kita dapat mengangkatnya dalam 30-40 hari untuk dijadikan pupuk tanaman dan bunga di rumah kita. Volumenya akan sangat berkurang dari sebelum diurai. Sehingga jumlah sampah ini tidak akan menyulitkan kita.
  2. Sampah anorganik. Sampah ini dapat kita golongkan menjadi dua. Sampah yang bernilai ekonomi, dan sampah yang tidak bernilai ekonomi. Jika pemilahan sampah di rumah tangga sudah berjalan dengan baik, pemilahan sampah berikutnya untuk sampah anorganik sangat mudah. Selain kering dan dasarnya tidak bau jika tidak disatukan dengan sampah organik, sampah ini bukan sampah tempat baakteri dan lalat bersarang. Sampah anorganik menjadi bau jika disatukan dengan sampah organik, jika sudah dipilah dari awal maka bau itu tidak akan ada atau menjadi minimal mengingat beberapa sampah anorganik biasanya merupakan kemasan dari makanan. Sampah anorganik yang bernilai ekonomi dapat dikumpulkan dan dijual ke pengepul barang bekas. Dan sampah anorganik yang tak bernilai ekonomi nanti dapat disatukan dengan sampah B3 untuk dibakar di insenerator (tetapi sayangnya pemerintah belum melakukan ini), tetapi setidaknya yang akhirnya dapat dibuang dan diangkut ke tempat sampah hanya sampah anorganik yang tidak bernilai ekonomi dan sampah B3 yang jika dijumlahkan komposisinya tidak lebih dari 10% dari jumlah sampah harian kita. Apalagi sampah yang tidak bernilai ekonomi pun oleh beberapa kelompok masyarakat dapat dijadikan barang seni dan kerajinan, ini sangat membantu sekali. Ini tentu saja akan mengurangi volume sampah, dan jika diakumulasikan dalam skala Indonesia, ini akan sangat berdampak besar bagi volume sampah dan beban biaya yang perlu ditanggung pemerintah.
  3. Sampah B3 (Bahan berbahaya dan beracun). Jumlah sampah ini tidak besar tidak selalu ada dalam skala rumah tangga. Sampah jenis ini bersama sampah anorganik yang tidak bernilai ekonomi dapat dibakar di insenerator di fasilitas pemerintah (walaupun kembali sayang kita belum memiliki sistem itu, baru terhadap sampah tertentu saja) sehingga tidak menimbulkan polusi.

Gambar dari google (komunitas peduli bumi) - Lubang biopori

Pengelolaan sampah pada saat ini, dimana masyarakat masih berpikir bahwa sampah adalah masalah pemerintah (padahal masyarakat sendiri yang menghasilkan, hehe), adalah pemahaman yang keliru. Sampah adalah masalah kita semua, karena itu sampah perlu menjadi tanggung jawab semua masyarakat. Pemerintah pun perlu investasi besar untuk membuat sistem dan infrastruktur yang jelas dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat ini. Karena seringkali upaya pengelolaan sampah yang dilakukan masyarakat terputus dan menjadi sia-sia karena tidak nyambungnya dengan upaya pemerintah. Sampah yang sudah berusaha dipilah oleh masyarakat, seringkakali kembali disatukan saat diangkut oleh truk sampah, jadi sia-sialah upaya masyarakat. Atau misalnya di perkotaan yang lahannya sudah minim, masyarakat kebingungan untuk mengolah sampah organik. sampah B3 pun masih dibuang tanpa diproses di fasilitas pemerintah. Seringkali masyarakat sudah berupaya membuat bank sampah, tetapi bingung menjualnya. Di sini peran pemerintah diperlukan, bagaimana supaya semua upaya yang dilakukan masyarakat dapat ditindak lanjuti dan didukung oleh pemerintah. Masyarakat dan pemerintah harus sinergis dalam hal ini.

Gambar dari google (99.co) - Bank Sampah yang didirikan oleh kelompok masyarakat

Kita masih menitik beratkan penanganan sampah dengan cara-cara yang menurut saya masih sangat tradisional. Sanitary landfill dimana sampah ditimbun di TPA dan open dumping yang dibiarkan terbuka adalah cara-cara yang seharusnya sudah dapat dikurangi atau bahkan suatu saat dapat tidak ada sama sekali.

Jadi permasalahan sampah ini belum benar-benar belum menjadi proyek strategis pemerintah. Padahal masalah sampah adalah permasalahan yang signifikan menghambat kemajuan negara dan masa depan kehidupan bangsa yang baik dan berkelanjutan. ketidak seimbangan alam dan terganggunya ekosistem akibat sampah dan limbah akan berpengaruh pada kelanjutan hidup manusia.

Pemberdayaan masyarakat dan penyediaan sistem dan infrastruktur pendukung mengenai permasalahan sampah ini mutlak menjadi prioritas yang harus segera dilakukan. Dan menurut saya, pengelolaan sampah dan limbah harus segera masuk menjadi proyek strtategis nasional. Ini sangat penting, karena sampah dan limbah tiap hari dihasilkan oleh setiap manusia dan proses industri.

Untuk itu mari kita mulai dari yang paling bisa kita lakukan dengan mengelola sampah untuk lingkungan yang lebih baik.

Land Subsidence dan Banjir Jakarta

Land subsidence  atau penurunan tanah bisa dikaibatkan oleh beberpa penyebab: akibat penambangan air tanah yang berlebihan dan menghasilkan ...